BAB
I
PENDAHULUAN
- A. Latar Belakang
Lansia (lanjut usia) bukan suatu
penyakit, tetapi tahap lanjut dari proses kehidupan manusia, walaupun bukan
penyakit tetapi kondisi ini dapat menimbulkan masalah fisik, sosial, dan
mental. Kaum lansia sering dianggap tidak berdaya, sakit-sakitan, tidak
produktif, dan sebagainya. Tidak jarang mereka diperlakukan sebagai beban
keluarga, masyarakat, hingga negara. Orang yang sudah lanjut usia seringkali
mendapat perlakuan yang sebenarnya tidak mereka inginkan, misalnya selalu
disuruh duduk saja. Apa yang orang muda lakukan pada mereka yang sudah lansia
sebenarnya suatu kesalahan. (Bali Post 2 Juni 2002)
Memaknai Kematian dan Pengetahuan
setelah Mati pada Lansia menurut Presepsi Psikologi Islam menciptakan kecemasan
ekstistensial pada manusia dan menjadi satu-satunya makhluk yang dapat
menyadari kesadaran, ia telah menjadi salah satu dari mata pelajaran yang
paling menarik sejak awal sejarah manusia dan manusia mencoba berbagai macam
cara untuk menyingkirkan rasa takut mati. Fenomena ini masuk kedalam pembahasan
mengenai perkembangan manusia menurut prespektif psikologi Islam dalam fase
Futuh. pada kenyataanya dalam kehidupan sehari-hari, sering kita jumpai
orang-orang yang sudah berada dalam fase ini kadang merasa belum mempunyai
kesadaran dalam memaknai kematian. Hal ini dikarenakan orang-orang tersebut
masih sangat menikmati kehidupan duniawi dan kurang pengetahuan tentang ilmu
agama. Kurangnya pemaknaan terhadap kematian menjadikan seseorang lalai dalam
beribadah kepada Tuhan. Kebanyakan lansia sadar bahwa dirinya akan segera mati,
tetapi masih bingung apa yang harus dilakukan sebelum kematian itu tiba untuk
mereka. Ada yang menghabiskan sisa hidupnya untuk bersenang-senang, ada pula
yang menghabiskan hidupnya untuk beribadah kepada Tuhan. Pemaknaan yang tinggi
dalam menyikapi kematian, akan membawa lansia semakin menggali ilmu-ilmu agama
dan beribadah.
Kematian merupakan rahasia Illahi
yang sewaktu-waktu bisa menimpa siapa saja. Dari segi Islam, setelah terjadinya
kematian maka ada kehidupan yang mengirinya. Kehidupan yang terjadi setelah
mati banyak terkenal dengan sebutan surga dan neraka. Kedua tempat tersebut
dalam Islam diyakini keberadaannya dan hanya amal perbuatan di dunia lah yang
akan menentukan dimana kita berada setelah mati. Meskipun dalam Al-Quran sudah
banyak mengenai pengetahuan bagaimana kehidupan setelah mati, tetapi masih
banyak umat muslim yang kurang mempercayai adanya kehidupan tersebut.
Contoh dari fenomena kematian (http://www.majalah-hidayah.com/figur–tokoh/tokoh/kh-zainuddin-mz-dai-sejuta-uman-yang-menginspirasi.html) yaitu pada saat kejadian
kematian KH. Zainudin MZ. Kegemaraan sosok dai sejuta umat ini mengiringi
kematiannya beberapa hari yang lalu. Disebutkan oleh anaknya, Fikri Haikal,
bahwa sesaat sebelum ayahnya meninggal, KH. Zainuddin MZ sempat makan nasi uduk
dan memesan gudeg. Sayang, gudeg belum sempat dimakannya karena ia keburu
pingsan dan akhirnya meninggal dunia dalam perjalanan menuju rumah sakit. Ya,
banyak orang yang merasa kehilangan atas kepergiannya. Meski begitu, kita tak
boleh meratapinya karena kematian menjadi hak setiap manusia. Ketika ia datang,
siapa pun tak bisa mencegahnya. Yang hanya bisa kita lakukan adalah berdoa agar
almarhum yang suka nasi uduk dan gudeg ini mendapatkan ketenangan di sisi-Nya. Amin,
ya Rabbal ‘Aalamin.
Fenomena takut akan kematian dapat
dirasakan oleh seorang pemain bola Antonio Cassano ketika pada 29 Oktober 2011
dalam penerbangan sepulang dari markas AS Roma. Ketika itu Cassano tiba-tiba
menderita sakit misteriu dan sempat pingsan. Tim medis saat itu menemukan
adanya kelaian pada jantung Cassano dan harus menjalani operasi. Saat mendengar
vonis operasi jantung, Cassano merasa sangat ketakutan. “Saya (saat itu) sempat
ketakutan bakal mati dan kemudian melewati fase itu. Saya juga sempat berpikir
untuk pensiun saja dari sepak bola,” kata Cassano kepada Goal. (http://www.sapos.co.id/index.php/berita/detail/Rubrik/24/34534)
Komaruddin (2005) kematian adalah keniscayaan, tidak satu
jiwapun mampu menghindarinya. Sedikit sekali yang mau menerimanya, dan hampir
semua orang merasa sangat berat meninggalkan hidup ini. Seperti yang tertera
dalam Al’Quran “Setiap sorang diantara mereka menginginkan seandainya dia
diberi umur seribu tahun…, “(QS Al-Baqarah [2]:96). Bahkan bukan hanya seribu
tahun,yang diinginkan adalah kekekalan selama-lamanya. Keinginan hidup kekal
itu, antara lain disebabkan karena umur manusia tidak sepanjang harapan dan
cita-citanya. Ketidaksiapan manusia dalam memaknai kematian tersebut didasari
atas rasa takut, boleh jadi juga rasa takut itu disebabkan karena pemikiran
tentang sanak keluarga yang akan ditinggal. Kecemasan ini diusik dengan janji
bagi yang taat agar tak perlu risau karena para malaikat akan mengurus mereka
(QS Fushshilat [41]:30-31).
- B. Hasil Observasi dan Wawancara
Berdasarkan hasil observasi dan
wawancara dengan salah seorang warga di Kecamatan Gondokusuman Yogyakarta yang
berinisial WT, berjenis kelamin perempuan, beragama Islam dan berusia 59
tahun, dapat diperoleh informasi bahwa ibu WT belum sepenuhnya memahami makna
kematian. Beliau berpendapat bahwa setelah mati tidak akan ada kehidupan lagi.
Meskipun Ia tau bahwa mati itu adalah terpisahnya jasad dan ruh tetapi Ia masih
tidak percaya ada kehidupan selanjutnya setelah kematian itu terjadi. Ada
beberapa kutipan mengenai hasil wawancara yang dilakukan, misalanya “Saya
percaya dengan kematian, tapi yaa.. saya juga kurang percaya kalo sudah mati
ada kehidupan. Meskipun orang-orang bicara surga sama neraka, tapi yaa kalo
sudah mati ya sudah mati, hidup selesai.” ungkapnya. Walaupun beliau
sering mendengar tentang surga dan neraka, namun beliau tidak begitu paham dan
meyakini hal tersebut. Beliau juga menjelaskan bahwa sebenarnya takut dengan
kematian, akan tetapi beliau berusaha untuk tidak memikirkannya dengan memperbanyak
kesibukan. Misalnya dengan mengurus rumah, tanaman, berkunjung ke rumah
tetangga dan datang menjenguk cucu. Meskipun Ia merasa kurang yakin dengan
kehidupan setelah mati, tetapi Ia juga bisa merasakan takut akan kematian saat
dirinya sedang sakit.
Dari hasil observasi wanita tersebut
tidak pernah mengikuti pengajian di masjid yang terletak tidak jauh dari tempat
tinggalnya. Ketika diwawancarai wanita tersebut mengaku tidak pernah mengikuti
pengajian dengan alasan tidak tertarik dengan pengajian yang ada di masjid.
Wanita tersebut juga tidak mengenakan jilbab dan rambut wanita tersebut di
semir pirang agar uban tidak terlihat. Wanita tersebut hanya tinggal berdua
dengan suaminya, anak-anak wanita tersebut sudah memiliki keluarga
masing-masing. Wanita tersebut juga sering terlihat mengobrol dengan ibu-ibu
tetangga didepan rumah, mereka mengobrol tentang kekurangan atau kejelekan
tetangga yang lain.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Perspektif
Psikologi Islam
1. Lansia
Menurut perspektif psikologi Islam
fase futuh masuk kedalam kategori umur 40 tahun sampai meninggalnya seseorang.
Kata futuh memiliki arti kemenangan. Diamana jika seseorang yang berhasil dalam
fase taklif (fase sebelum futuh), maka kemampuan spiritual meningkat dan
pengalaman psiritualnya pun sudah banyak. Jika seseorang dalam fase taklif
tidak berjalan baik, maka orang tersebut di fase futuh cenderung mengikuti hawa
nafsunya dan hanya memikirkan kenikmatan duniawi (Nashori, 2003)
Kata futuh berasal dari kata
Al’Fathu yang memiliki arti “kemenangan”. Seperti yang dijelaskan dalam
Al-Qur’an dalam surat An-Nasr (110) bahwa “apabila telah datang
pertolongan Allah dan kemenangan (Al-Fathu) dan kamu lihat manusia masuk agama
Allah dengan berbondong-bondong, maka bertyasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah
ampun kepadaNya, sesungguhnya Dia adalah maha penerima taubat.
Penjelasan mengenai fase futuh
dimulai dari usia empat puluh tahun terdapat dalam Al-Qur’an Surat Al Ahqaaf
(46) :15 yang berisi “ kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada
kedua orangtua ibu, bapaknya.ibunya mengandungnya dengan susah payah dan
melahirkannya dengan susah payah pula. Mengandungnya sampai menyapihnya adalah
tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat
puluh tahun, ia berdoa : “Ya Tuhanku tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat
Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku
dapat berbuat amal yang saleh yang engkau ridhoi, berikanlah kebaikan kepadaku
dengan ( memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat
kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang yang berserah diri.
2. Memaknai Kematian
Satu makna kematian yang diajarkan
oleh orang-orang suci sepanjang sejarah dan bersumber dari Rosulullah Saw,
yaitu kematian sebagai proses penyucian. Manusia berasal dari Allah dalam
kedaan suci, kemudian kembali kepadanya seharusnya dalam keadaan suci pula.
Jika semua itu masih saja belum terhapuskan dosa-dosa kita, pembersihan yang
terahir adalah ampunan Allah SWT dan kasih sayangnya. Marilah kita pahami
kematian sebagai penyucian, sebagai kamar mandi, supaya kita bia berlabuh
dipangkuan kasih sayang Tuhan dalam keadaan bersih. Dengan begitu, kita tidak
usah takut mati. (Rakhmat, 2006).
Fenomena maut adalah salah satu
fenomena yang paling jelas dan kuat bagi mahkluk hidup. Semuanya ingin
mempertahankan hidupnya. Semut kecil yang diremehkan manusia pun, melawan jika
hidupnya terancam. Para filosof memiliki dua pandangan yang bertolak belakang
tentang hidup. Ada yang pesimis sehingga memandang hidup ini sebagai suatu yang
berat, penuh kesedihan, dan kesulitan lalu berakhir dengan maut yang berarti
kepunahan. Ada juga yang optimis menilai hidup sebagai penghormatan dan
tanggung jawab yang dapat berakhir dengan kebahagiaan dan kekekalan yang baru
diperoleh melalui maut. Tanpa kita sadari, keyakinan bahwa setiap saat kita
bisa dijemput kematian memiliki pengaruh yang amat besar bagi kehidupan
seseorang. Begitupun keyakinan adanya kelanjutan hidup setelah kematian. Dalam
islam secara tegas mengajarkan bahwa tiada seorangpun yang bisa menemani dan
menolong perjalanan arwah kecuali akumulasi dari amal kebaikan kita sendiri
(Hidayat, 2005).
Dalam QS Annisa ayat 78, yang berisi
“ingatlah, mau tidak mau kematian akan menjemput anda. Anda tidak mungkin lari
darinya. Dimanapun anda berada, kematian akan menjemput. Anda jangan pernah
membayangkan bisa menghindarinya sekalipun benteng dari baja mengelilingi
anda”. Begitu pula yang dijelaskan dalam Surat Ali Imron ayat 185, yang
berisi “ setiap jiwa itu pasti akan merasakan mati dan sesungguhnya akan
dipenuhi segala pahala amalmu pada hari kiamat”. Dari ayat tersebut dapat
diperoleh informasi bahwa setiap mahluk termasuk manusia pasti akan mengalami
kematian.
Umat manusia harus memahami dan
mengerti bahwa Allah menciptakan manusia di dunia untuk beribadah dan semua
kenikmatan dunia berupa harta, jabatan dan lain-lain hanya untuk sementara.
Menurut firman Allah dalam QS Al-Imron ayat 185 yang berisi “anda jangan sampai
tertipu oleh kehidupan dunia yang memberdayakan kekayaan, jabatan atau
keturunan yang anda miliki tidak bisa menghindarkan anda dari kematian. Siapa
pun sepanjang ia memiliki jiwa akan merasakan kematian”. Dan dalam QS. Lukman
ayat 34 menerangkan tentang “dimana pun anda berada ingatlah selalu Allah.
Berusahalah untuk selalu berbuat kebaikan, kapan pun dan dimana pun karena
tidak ada seorang pun yang mampu mengetahui di bumi mana dia akan mati”.
Pemahaman tentang memaknai surga dan
neraka telah di firmankan oleh Allah STW dalam QS. An-Nahl ayat 32 yang berisi
bila kematian telah menjemput suami atau istri, anak, keluarga, teman, harta
dan jabatan akan anda tinggalkan. Hanya amal yang akan menemani anda. Amal anda
pula yang akan menentukan dimana anda akan tinggal nanti. Bila amal kebaikan yang
menemani, surga akan menjadi tempat anda berlabuh”. Dan dalam QS. Al-Ahkaf ayat
20 “apabila amal kejelekan yang anda bawa neraka lah yang akan anda
terima (Anwar, 1981).
3. Kehidupan setelah Mati
Banyak pernyataan yang mengatakan
bahwa kehidupan setelah mati bukan hal yang bersifat ilmiah, karena ilmu
pengetahuan merupakan klasifikasi dan analisis serangkaian data empirik. Semua
Nabi mengajak manusia untuk beribadah kepada Tuhan dan percaya kepada kehidupan
setelah mati. Ada beberapa tahapan kehidupan setelah mati dalam Hasan (2006) :
- Alam Barzakh
Alam barzakh meruoakan dinding yang
memiahkan kehidupan dunia dan kehidupan akhirat. Al-Qur’an mengatakannya ketika
menggambarkan keadaan orang-orang kafir yang memohon untuk dikembalikan kedunia
setelah mereka mengalami kematian, sebagaimana berikut ini: “hingga apabila
datang kematian pada seseorang dari mereka, dia berkata: “Ya Tuhanku,
kembalikanlah aku (ke dunia), agar aku berbuat amal soleh terhadap yang telah
aku tinggalkan.” Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu perkataan adalah perkataan
yang diucapkannya saja dan dihadapan mereka ada dinding (barzakh) sampai hari
mereka dibangkitkan”.(QS Ai-Mukminun [23] :99-100). Alam barzakh atau alam
kubur merupakan perantara antara dunia dan akhirat namun, ia lebih menyerupai
alam akhirat dari pada alam duniawi. Disini ruh terbebas dari tubuhnya.
2. Hari Kebangkitan
Tahan kedua dari kehidupan setelah
mati adalah hari kebangkitan yang melibatkan seluruh manusia dan alam semesta.
Hari kebangkitan merupakan masa ketika seluruh umat manusia dikumpulkan,
sehingga disebut juga sebagai hari berkumpul dan hari pertemuan. Tidak ada
manusia yang mengetahui kapan hari kebangkitan terjadi, termasuk para
nabi-nabi.
Pada hari kebangkitan, manusia akan
dikumpulkan Allah untuk diadili berdasarkan apa yang telah mereka perbuat
selama hidup di dunia. Allah akan meninmbang dan membalas semua perbuatan
manusia, walaupun sekecil apapun. Tak seorang pun yang dikecualikan. Dalam
Al-Qur’an dinyatakan : “Pada hari itu manusia keluar dari kuburnya dalam
keadaan yang bermacam-macam, supaya diperlihatkan kepada mereka balasan
pekerjaan mereka. Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarah pun,
niscaya dia akan melihat balasannya. Dan barang siapa yang mengerjakan
kejahatan seberat zarah pun, niscaya ia akan melihat balasannya” (QS
Al-Zalzalah [99]:6-8).
3. Kehidupan Surga dan Neraka
Setelah melewati tahap penimbangan
amal baik dan amal buruk seseorang, maka manusia akan diberi ganjaran sesuai
dengan pebuatannya itu. Surga merupakan suatu tempat kediaman yang disediakan
oleh Allah untuk hamba-hambanya yang bertaqwa kepadaNya sebagai balasan kepada
mereka atas keimanannya yang jujur dan benar serta amal perbuatannya yang
saleh. Neraka yaitu tempat dilakukannya hukuman terhadap mereka, sebab mereka
telah melakukan dosa yang besar serta kejahatan-kejahatan yang luar biasa.
B. Analisis Observasi dan
Wawancara
Analisis wawancara yang dilakukan
pada seorang wanita berusia 49 tahun, yang telah dipaparkan dalam hasil
observasi dan wawancara, tampak wanita tersebut kurang memaknai kematian
sebagai suatu hak yang setiap makhluk hidup akan merasakannya. Pengetahuannya
akan kehidupan setelah mati tampak kurang mendukung, sehingga perilakunya dalam
hal beragama pun kurang. Ketakutannya akan kematian, membuat ia lebih cenderung
menghindar untuk memikirkannya. Menurut Hidayat (2005), kematian sudah
merupakan kepastian, dan kematian merupakan peristiwa menakutkan, maka orang
lebih memilih tidak memikirkannya dan berusaha menghindarinya agar bisa
merasakan kebahagiaan setiap saat yang dilaluinya. Dari sudut psikologi,
perilaku menghindar tersebut terjadi tak lain dari rasa ketakutan akan
kehilangan hidup duniawi di satu sisi, dan bayangan kengerian akan kematian
disisi lain.
Wanita yang mengakui jika dirinya
masih kurang percaya dengan kehidupan setelah mati memaknai kematian sebagai
suatu hal dimana seseorang tidak dapat berlaku apa-apa lagi. Sehingga, ia
merasa hidup perlu dimanfaatkan sebaik mungkin dengan bersenang-senang. Tetapi
karena kurangnya pengetahuan tentang agama, sehingga ia tidak memaknai suatu
kematian sebagai jalan menuju kehidupan yang abadi dan perilaku yang
dimunculkan dalam kehidupan sehari-harinya pun cukup jauh dari bagaimana
seorang muslim harus bersikap mengumpulkan amal.
Hasil observasi menunjukan bahwa
perilaku yang dimunculkan wanita tersebut cenderung pada jarangnya melakukan
ibadah kepada Allah seperti Shalat. Sehingga ketakutan akan kematian yang
muncul pada wanita tersebut melainkan dari hati dan pikirannya yang merasa
tidak terikat dengan Tuhan. Hidayat (2005) mengatakan, bagi mereka yang hati,
pikiran, dan perilakunya selalu merasa terikat dan memperoleh bimbingan Tuhan,
kematian sama sekali tidak meakutkan, karena dengan berakhirnya episode
kehidupan duniawi berarti seseorang setapak menjadi lebih dekat pada Tuhan yang
selalu dicintai dan dirindukan. Hasan (2006) Islam memberikan perspektif yang
positif tentang kematian. Kehidupan dan kematian merupakan tanda-tanda
kebesaran Allah. Kehidupan dan kematian adalah ujian bagi manusia, agar manusia
dapat mengambil pelajaran dari keduanya, dan berbuat baik di atas bumi.
Jika analisis, meskipun tempat
tinggal seorang wanita tersebut dekat dengan masjid dan sering mendengar
masalah surga dan neraka, namun wanita tersebut tetap belum mau dan belum
terbuka hatinya untuk ibadah kepada Allah dan mengumpulkan amalan untuk
kehidupan setelah mati. Padahal dalam Al-Quran dinyatakan : “(Dialah Allah)
yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kalian, siapa diantara
kalian yang lebih baik amalannya.” (QS Al-Mulk [67]:2). Beliau juga belum
percaya adanya kehidupan setelah mati. Karena yang bisa membuka hatinya
sesorang atau yang menentukan orang tersebut iman atau tidak hanya Allah.
Sesuai dengan firman Allah dalam Al-Qur’an surat Al-Qashas [28]:56 yang berisi
“sesungguhnya engkau (Muhammad) tidak akan memberi hidayah (petunjuk) kepada
orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi hidayah kepada orang yang Dia
kehendaki, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk.
Hasan (2006) menurut perspektif
Islam, kematian dianggap sebagai peralihan kehidupan, dari kehidupan dunia
menuju kehidupan di alam lain. Menurut Islam, setelah meninggal akan
dikuburkan, manusia akan di hidupkan kembali. Kematian di alam kubur seperti
tidur untuk menghadapi hari kebangkitan. Mereka yang berpisah karena kematian
di dunia, dapat bertemu kembali dalam kehidupan setelah mati. Dalam kehidupan
setelah mati, manusia akan mempertanggungjawabkan perbuatannya selama hidup di
dunia. Seorang lansia yang diwawancarai mengenai sebab kematian menganggap
kematian dimasa lansia itu karena sakit dan kematian pada saat muda itulah
karena sebuah takdir. Selain Ia merasa bahwa kematian tidaklah begitu penting,
wanita tersebut kurang memperoleh pengetahuan akan kehidupan setelah mati
dikarenakan faktor internal yang masih meragukan akan kehidupan di surga dan
neraka atau bahkan pertemuan dengan orang-orang yang terdahulu di suatu tempat
alam barkzah.
Makna sesungguhnya dalam kematian
tercermin dalam sikap yang ditunjukan seseorang sebelum akhirnya individu mati.
Dalam Islam Semakin seseorang menjalani kehidupan sebaik-baiknya untuk
digunakan beramal dan beribadah kepada Allah, maka semakin tinggi ia memaknai
kematian dengan baik. Begitu pun sebaliknya, jika seseorang semakin jauh dari
sikap dan rasa terikat dengan Allah maka semakin rendah Ia memaknai kematian
dan ketakutan akan mati akan semakin besar dalam dirinya. Memaknai kematian
dilihat dari bagaimana perjalanan seseorang menjalani hidupnya untuk
mempersiapkan segala amal ibadah yang akan Ia bawa setelah mati.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Makna sesungguhnya dalam kematian
tercermin dalam sikap yang ditunjukan seseorang sebelum akhirnya individu mati.
Dalam Islam Semakin seseorang menjalani kehidupan sebaik-baiknya untuk digunakan
beramal dan beribadah kepada Allah, maka semakin tinggi ia memaknai kematian
dengan baik. Begitu pun sebaliknya, jika seseorang semakin jauh dari sikap dan
rasa terikat dengan Allah maka semakin rendah Ia memaknai kematian dan
ketakutan akan mati akan semakin besar dalam dirinya.
B. Saran
Saran peneliti dalam penelitian ini
agar setiap diri berusaha mengajak kebaikan pada keluarga terdekat terlebih
dahulu , kemudian dengan orang-orang terdekat dan orang-orang sekitar. Mengajak
kebaikan dan ibadah pada Allah bisa dengan kita berbicara baik-baik dengan
orang disekitar kita atau dengan mencontohkan dari perbuatan kita yang baik dan
mencontohkan ibadah pada Allah.
DAFTAR
PUSTAKA
Anwar, Moch. 1981. Ada Apa Setelah
Mati. Bandung: PT.Alma’arif
Bali Post, 2 Juni 2002
Eep Khunefi (2011). KH. Zainuddin
MZ, Dai Sejuta Umat yang Menginspirasi. Di
ambil dari : http://www.majalah-hidayah.com/figur–tokoh/tokoh/kh-zainuddin-mz-dai-sejuta-uman-yang-menginspirasi.html)
unduhan: 19 April 2012
Hasan, P.B. Aliah,. 2006. Psikologi
Perkembangan Islami. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada
Hidayat, Komaruddin. 2006. Psikologi
Kematian. Bandung: Mizan Media Utama
Nashori, F. 2003. Potensi-Potensi
Manusia. Seri Psikologi Islami. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Rakhmat, Jalaluddin. 2006. Memaknai
Kematian. Depok: Pustaka Iman
Samarinda Post, Sabtu 7 April 2012.
Diambil dari (http://www.sapos.co.id/index.php/berita/detail/Rubrik/24/34534) unduhan : 23 April 2012.
0 komentar:
Posting Komentar