20 Maret 2013



MASA SEJARAH KUNO
Sejarah Indonesia kuno berlangsung selama 12 abad, dimulai dari abad IV Kerajaan Kutai Kaltim hingga abad XVI runtuhnya kerajaan Majapahit Jatim. Dari beberapa artefak, benda-benda peninggalan sejarah yang ditemukan dan dari cerita-cerita rakyat serta digabungkan dengan nama-nama beberapa daerah seperti Mlawatan, Badander dan Matahun bisa disimpulkan bahwa sejarah Bojonegoro Kuno bercorak Hindu di bawah kekuasaan Majapahit.
Setelah Majapahit runtuh, kehidupan politik sosial ekonomi budaya dan agama lambat laun menyesuaikan dengan penguasa yang datang setelah itu yakni kerajaan Demak yang bercirikan Islam.

ZAMAN MADYA
Setelah kerajaan super power Majapahit runtuh dan banyak daerah-daerah yang memerdekaan diri menjadi kerajaan-kerajaan kecil -salah satunya-kerajaan Islam Demak dengan penguasa pertamanya Raden Patah Senapati Jimbun Adipati Bintoro. Tibalah masa Bojonegoro masuk wilayah kerajaan Islam Demak, Raden Patah mengangkat puteranya, Pangeran Sekar Kusuma yang dikenal dengan Pangeran Seda Lepen menjadi Adipati di Jipang. Pusat kadipaten Jipang adalah Blora Selatan antara Cepu dan kota Blora sekarang. Pangeran Sekar Kusuma yang sangat dihormati rakyat Jipang terbunuh oleh Surayata utusan Sunan Prawata sewaktu pulang dari salat Jumat, di pinggir sungai Bengawan Solo maka dijuluki SEDA (mati) LEPEN (sungai).
Setelah sultan Demak I, Raden Patah digantikan putera tertuanya, Adipati Unus atau terkenal dengan sebutan Pangeran Sabrang Lor. Pangeran ini mati muda saat melawan Portugis 1521 dan belum mempunyai anak.
Yang seharusnya menggantikannya adalah Pangeran Seda Lepen, putra Raden Patah berikutnya, namun ini tidak terjadi, yang memegang pimpinan Demak adiknya, Raden Tranggono hingga terbunuh di benteng Panarukan 1546. Setelah itu ia digantikan oleh puteranya, Pangeran Prawata. Tentang suksesi itu, tidak hanya Pangeran Seda Lepen yang sakit hati tetapi juga puteranya, Pangeran Aria Penangsang, hak mereka berdua dilalui.
Untuk mengisi kekosongon pemerintahan Adipati Pajang Jaka Tingkir juga menantu Raden Tranggono didorong oleh saudara-saudara iparnya untuk menduduki jabatan Sultan Demak 1549 namun baru dinobatkan pada 1558. Masa kejayaan Demak mulai pudar dengan dipindahnya ibukota kerajaan beserta benda-benda pusaka kerajaan Demak ke daerah Pajang oleh Jaka Tingkir yang setelah menjadi raja berjuluk Sultan Adiwijaya/Sultan Pajang, maka berdirilah kerajaan Pajang.
Raden Aria Penangsang menggantikan Pangeran Sekar Kusuma menjadi Adipati Jipang, lalu berusaha membalas kematian ayahnya. Aria Penangsang tidak tunduk ke Pajang karena tidak mengakui keabsahan Adipati Pajang menjadi Sultan, memuncaklah pertikaian Jipang-Pajang yang juga melibatkan dua orang wali, Sunan Kudus dan Sunan Kalijaga dalam ranah politik praktis, yang disinyalir sejak lama mereka sering bersaing dalam memengaruhi kebijakan politik kekuasaan.
Pertikaian Jipang – Pajang akhirnya dimenangkan oleh Pajang dengan bantuan dari Ki Gede Pemanahan, Ki Juru Martani dan Ki Panjawi. Jipang jatuh dalam kekuasaan Pajang pada tahun 1558. Aria Mataram, saudara Aria Penangsang dari lain ibu, diangkat menjadi Adipati Jipang oleh Sultan Pajang tindakan politis ini untuk meminimalisir dendam Jipang terhadap Pajang.
Aria Mataram sebagai Adipati Jipang segera bekerja dan meneruskan segala yang telah diperbuat oleh ayahnya, Pangeran Sekar Kusuma untuk kemakmuran rakyat Jipang yang sempat mundur karena peperangan. Aria Mataram menugaskan seorang muballigh yang terkenal dengan sebutan Kiai Menak Anggrung, makamnya di Kuncen-Padangan untuk mengajarkan agama Islam ke wilayah Jipang sebelah Timur dan Selatan Bengawan Solo.

BOJONEGORO DI MASA KERAJAAN MATARAM.
Pangeran Benawa putra Sultan Pajang tidak mampu melawan Senapati Sutawijaya yang telah merebut kekuasaan Pajang 1587. Senopati memboyong semua benda pusaka kraton Pajang ke Mataram. Senapati secara biologis anak Ki Gede Pemanahan tetapi diambil anak angkat sejak kecil oleh Sultan Adiwijaya, jadi dia adalah saudara angkat Pangeran Benawa. Semasa kecil Sutawijaya bernama Raden Mas Ngabehi Loring Pasar.
Jipang di bawah Adipati Pangeran Benawa I, tidak banyak kemajuan mungkin hanya memindah pusat kadipaten ke lebih selatan dan tetap di utara Bengawan Solo, lalu diteruskan oleh anaknya, yang juga bernama Pangeran Benawa II.
Kemudian diganti oleh Raden Jambu Adipati VI sebelum Raja II Mataram, Panembahan Krapyak mangkat 1613 menggantikan Sutawijaya pada 1601. Jadi Raden Jambu memerintah Jipang 1598-1612. Diteruskan oleh putranya, Adipati Sukawati. Karena jasanya kepada Mataram menaklukkan Tuban 1619 hingga penguasa Tuban, Pangeran Dalem melarikan diri ke Bawean, kembali ke desa Rajekwesi. Lima tahun kemudian meninggal dunia dan dimakamkan di Kadipaten 1624, makamnya disebut Buyut Dalem.
Keturunan Sukawati memerintah Jipang sampai saat berdirinya Kabupaten Jipang pada tahun 1677.

TAHUN BERDIRINYA BOJONEGORO.
Kabupaten terbentuk sebagai akibat kekalahan politik Susuhunan terhadap Kompeni yang melahirkan dua Keraton; Surakarta dan Ngayogyakarta. Maka tanggal lahir Kabupaten Bojonegoro menurut data Serat Prajangjiyan Dalem Parara Ingkang Jumeneng Nata tanggal 20 Oktober 1677 dan Mas Tumapel sebagai Bupati I. Pada masa ini pusat pemerintahan bergeser ke seberang Bengawan Solo (Padangan, sekarang) dari arah pendudukan Kumpeni di pantai. Mas Tumapel merangkap menjadi Wedana Bupati Mancanegara Timur.
Pada tahun 1725 Susuhunan Paku Buwana II naik tahta, tahun itu juga memerintahkan Raden Tumenggung Haria Matahun I memindahkan pusat pemerintahan Jipang dari Padangan ke desa Rajekwesi. Mulai saat itu nama Kabupaten Jipang berubah menjadi Rajekwesi, letaknya 10 km arah selatan kota Bojonegoro.
Politik divide et impera Belanda berhasil memecah belah Mataram menjadi dua, Surakarta Hadiningrat dan Jogyakarta Hadiningrat melalui Perjajanjian Gianti 1755. Akibat perjanjian tersebut Jipang Bojonegoro ditetapkan menjadi wilayah Kerajaan Jogyakarta.
Pada 20 Juni 1812, Inggris melalui Thomas Stamford Rafles memperkecil Kerajaan Jogyakarta, bahwa Kabupaten Jipang diserahkan kepada Inggris. Jipang menjadi daerah jajahan, bupati berubah menjadi ‘pegawai’ gupernemen di bawah Residen Rembang, Jawa Tengah. Rakyat Jipang bersama RT. Sosrodilogo melakukan pemberontakan-pemberontakan, tetapi pada tanggal 2 Januari 1828 Kolonel Van Griesheim berhasil merebut kota Rajekwesi, kota rusak berantakan sementara Sosrodilogo melanjutkan gerilya di pedalaman.
Tanggal 25 September 1828 nama Rajekwesi berubah menjadi Bojonegoro, kota baru ini dibangun 10 km utara kota lama Rajekwesi, di tepi Bengawan Solo, dilalui jalan pos Rajekwesi-Babad-Lamongan-Surabaya. (Kenapa tidak menetapkan tanggal 25/9/1828 sebagai hari jadi Bojonegoro karena lebih spesifik menyebut kata Bojonegoro).
Demikian ikhtisar yang singkat sejarah masa-masa awal berdirinya Kabupaten Bojonegoro. Sengaja tidak kami paparkan sejarah Bojonegoro pada zaman Penjajahan hingga hari ini, karena kami yakin referensi untuk hal itu lebih banyak dan mudah di dapat. Semoga bisa diambil hikmahnya dan bermanfaat bagi kita generasi selanjutnya.


Susunan Bupati Bojonegoro mulai pertama sampai tahun 2018
Jipang (Padangan)
1677–1705 : Pangeran Mas Tumapel
1705–1718 : Ki Wirosentiko (RT.Surowidjoyo)
1718–1741 : Ki Songko (RT.Hario Matahun I)
Rajekwesi (Padangan)
1741-1743 : RT. Hario Matahun II (Putra PB I)
1743-1755 : RT. Hario Matahun III
1755-1756 : R. Ronggo Prawirodirdjo I
1756-1760 : R. purwowidjojo
1760-1800 : RM. Guntur Wirotedjo
1800-1811 : R. Ronggo Djenggot
1811-1816 : R. Prawirosentiko
1816-1821 : RT. Sumonegoro
1821-1823 : RT. Sosrodiningrat
1823-1825 : RT. Purwonegoro
1825-1827 : R.Adipati Djojonegoro
1827-1828 : RT. Aria Sosrodilogo (Tandingan)
BOJONEGORO
1828-1844 : R. Adipati Djojonegoro
1844-1878 : R. Adipati Tirtonoto I
1878-1888 : RMT. Tirtonoto II
1888-1890 : RM. Sosrokusumo
1890-1916 : R. Adipati Aryo Reksokusumo
1916-1936 : R.Aryo Kusumadinegoro
1936-1937 : Raden Drajad
1937-1943 : RT. Achmad Surjodiningrat
1943-1945 : RT. Oetomo
1945-1947 : RT. Sudirman Hadiatmodjo
1947-1949 : Mas Surowijono
1949-1950 : RT. Sukardi
1950-1951 : Raden Sundaru
1951-1955 : Mas Kusno Suroarmojo
1955-1959 : R. Baruno Djojoadikusumo
1959-1960 : Raden Soejitno
1960-1968 : R.Haji Tamsi Tedjosasmito
1968-1973 : Letkol. Inv. Sandang
1973-1978 : Kolonel Inv. Alim Sudarsono
1978-1983 : Drs. Soeyono
1983-1988 : Drs. Soedjito
1988-1993 : Drs. H. Imam Soepardi 
1993-1998 : Drs. H. Imam Soepardi 
1998-2003 : Drs. H. Atlan
2003-2008 : Kolonel (pur) H M. Santoso
2008-2013 : Drs. H. Suyoto,M.Si. 
2013-2018 : Drs. H. Suyoto,M.Si.

0 komentar: